Virtual Address

Search Engine Google, Bing, Yahoo, Baidu, Yandex and Duckduckgo

Risiko Investasi yang Perlu Diketahui Para Investor

Risiko Investasi – Setiap investasi tentu memiliki risikonya masing-masing, baik itu reksa dana, instrumen obligasi, saham atau lainnya.

Risiko dapat diartikan sebagai suatu kenyataan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan sebelumnya.

Dalam dunia investasi ada istilah “high risk – high return” yang artinya semakin tinggi risikonya maka semakin banyak keuntungan yang bisa didapatkan.

Oleh karena itu, ketika Anda memutuskan untuk mulai berinvestasi, Anda perlu memahami apa saja risikonya.

Dengan demikian, Anda akan dapat memilih instrumen yang tepat, dengan mempertimbangkan tujuan keuangan, kondisi keuangan, dan ketahanan Anda terhadap risiko yang ada.

Pasalnya, investasi bisa menjadi tidak efektif jika tidak disesuaikan dengan faktor-faktor di atas.

Sayang, bukan?

Oiya, sebelumnya kita sudah bahas juga tentang memilih investasi saham atau reksa dana. Kalau begitu, mari kita mulai membahas risiko yang ada di dunia investasi selanjutnya!

Risiko Investasi yang Perlu Diketahui Para Investor

1. Risiko Suku Bunga

Risiko suku bunga adalah risiko yang timbul dari penurunan nilai relatif aset berbunga (seperti pinjaman atau obligasi) yang disebabkan oleh kenaikan suku bunga.

Perubahan suku bunga pasar tentunya akan mempengaruhi pendapatan investasi atau imbal hasil yang diperoleh.

Biasanya, bahkan jika suku bunga naik, harga obligasi berbunga tetap akan turun, dan sebaliknya.

Metode tertua yang masih digunakan untuk mengukur risiko suku bunga adalah dengan menggunakan maturitas obligasi.

Misalnya, suku bunga obligasi pada umumnya adalah 8-10%, tetapi kemudian pemerintah menerbitkan sukuk untuk penjualan eceran dengan suku bunga hingga 12%.

Baca Juga  Cara Mengelola Keuangan Dengan Baik dan Benar

Dengan demikian, investor pasti akan lebih memilih sukuk ini untuk ritel.

2. Risiko Pasar

Berikutnya adalah risiko investasi berdasarkan fluktuasi pasar atau fluktuasi nilai aset bersih (NAB).

Fluktuasi ini disebabkan oleh perubahan emosional di pasar keuangan seperti saham dan obligasi.

Perubahan dapat terjadi karena beberapa faktor seperti krisis ekonomi, masalah, kerusuhan, spekulasi, dan perubahan politik.

Risiko investasi ini juga sering disebut sebagai risiko sistematis, artinya risiko ini tidak dapat dihindari dan investor pasti akan mengalaminya terlepas dari profil risikonya.

Padahal, adanya risiko ini bisa menyebabkan investor kehilangan modal.

Misalnya ada masalah dengan kesehatan presiden suatu negara, hal ini dapat menyebabkan fluktuasi nilai mata uang negara tersebut terhadap dolar, kemudian naik.

Saat Anda dihadapkan pada fluktuasi pasar, tidak perlu panik dan segera menarik dana investasi Anda.

Pasalnya, penurunan atau peningkatan aset seperti itu sebenarnya tidak terjadi setiap saat.

3. Risiko Likuiditas

Risiko investasi semacam ini biasanya bersumber dari kesulitan dalam menyediakan dana dalam jangka waktu tertentu.

Misalnya, ada salah satu pihak yang tidak dapat membayar kewajibannya pada saat jatuh tempo secara tunai.

Sementara suatu pihak dapat dikatakan memiliki harta yang cukup berharga untuk melunasi utangnya, apabila harta tersebut tidak dapat diubah menjadi uang tunai, maka harta tersebut dapat dikatakan tidak likuid.

Adapun hal ini dapat terjadi jika pihak yang berhutang tidak dapat menjual hartanya karena tidak ada pihak lain yang berminat untuk membelinya.

Namun perlu dicatat bahwa risiko likuiditas berbeda dengan penurunan tajam harga aset.

Jika terjadi penurunan harga aset, pasar menganggap aset tersebut tidak berharga.

Sedangkan jika terjadi risiko likuiditas, hal ini dapat terjadi karena tidak ada pihak yang tertarik untuk menukar atau membeli aset karena sulitnya menggabungkan kedua belah pihak.

Baca Juga  Apa Itu Aset Digital? Yuk Cari Tahu Pentingnya Memiliki Aset Digital

Akibatnya, risiko likuiditas biasanya paling mungkin terjadi di pasar negara berkembang atau pasar dengan volume rendah.

Risiko ini terkait dengan percepatan penerbitan surat berharga perusahaan yang dapat diperdagangkan di pasar sekunder.

4. Risiko Inflasi

Risiko inflasi juga dikenal sebagai risiko daya beli, yang menunjukkan bahwa nilai moneter suatu investasi saat ini tidak akan setinggi di masa depan karena perubahan daya beli akibat inflasi.

Akibatnya, risiko investasi ini dapat merugikan daya beli masyarakat untuk berinvestasi akibat kenaikan harga rata-rata konsumen.

Risiko inflasi ini pada umumnya muncul pada saat investor memegang uang tunai atau berinvestasi pada instrumen yang berhubungan dengan inflasi.

Nilai uang atau aset mereka dapat dikurangi dengan inflasi.

Misalnya, jika seorang investor memiliki 40% dari portofolio tunai $100.000.000 dan inflasi 5%, nilai tunai portofolio akan kehilangan $20.000.000 per tahun ($100 juta x 0,4 x 0,05) karena inflasi.

5. Risiko Negara

Risiko ini juga bisa disebut risiko politik.

Alasannya didasarkan pada kondisi politik negara dan karena perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menyebabkan penurunan pendapatan.

Padahal, bukan tidak mungkin jika investasi yang dilakukan pada akhirnya hilang begitu saja atau merugi akibat perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Oleh karena itu, jika ada investor yang ingin menginvestasikan uangnya di luar negeri, ada baiknya melihat kondisi politik di dalam negeri.

Jika kondisi politik baik, juga akan berdampak positif pada jalur investasi di masa depan.

6. Risiko Valas atau Nilai Tukar Mata Uang

Risiko nilai tukar mata uang asing (Forex) adalah risiko yang disebabkan oleh perubahan nilai tukar di pasar.

Perubahan ini tidak lagi sesuai dengan harapan, terutama ketika nilainya dikonversi ke mata uang lokal.

Baca Juga  Peran Penting Akuntansi dalam Bisnis

Kesederhanaan risiko investasi ini bersumber dari fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.

Biasanya, risiko nilai tukar mata uang asing disebut sebagai risiko nilai tukar atau risiko nilai tukar mata uang asing.

Misalnya, seorang investor ingin melakukan investasi yang mengharuskannya menggunakan dolar AS atau mata uang dolar AS.

Pada saat yang sama, nilai tukar rupee terhadap dolar AS melemah, sehingga investor harus membelanjakan rupee lebih banyak daripada saat rupee terapresiasi.

Sebab, penguatan dolar terhadap rupiah bisa membawa kerugian.

7. Risiko Re-investment

Risiko investasi terakhir yang harus diwaspadai investor adalah reinvestasi, atau risiko yang terkait dengan pengembalian aset keuangan, yang mengharuskan mereka melakukan tindakan reinvestasi.

Saat menginvestasikan kembali, ada kemungkinan lebih besar bahwa arus kas investasi akan membawa pengembalian yang lebih rendah ketika diinvestasikan kembali dalam sarana investasi lain.

Misalnya, seorang investor memiliki portofolio obligasi dengan kupon 3,45% untuk jangka waktu 5 tahun.

Jadi, lima tahun kemudian, imbal hasil obligasi turun menjadi 2,55%.

Namun kabar baiknya adalah karena pendapatan dari obligasi yang dimiliki investor termasuk dalam tingkat bunga tetap, investor menerima seluruh pembayaran bunga 5% dan jumlah pokok investasi sesuai kesepakatan.

Masalah akan muncul ketika seorang investor menginvestasikan kembali uangnya untuk membeli obligasi lain dari kelas yang sama (yang saat ini memiliki tingkat bunga 2,55%), jadi tentu saja dia tidak lagi menerima bunga kupon 5%, tetapi akan menerima tingkat bunga saat ini.

Jadi, ketika ingin berinvestasi kembali, investor perlu benar-benar memahami bagaimana mengelola atau memanajemen risiko investasi ini.

Nahh, demikianlah penjelasanan tentang risiko investasi yang harus diketahui sebelum memulai berinvestasinya. Semoga ulasan ini bermanfaat untuk kita semua.


Ref: koinworks.com/blog/risiko-investasi-yang-perlu-diketahui