Virtual Address
Search Engine Google, Bing, Yahoo, Baidu, Yandex and Duckduckgo
Sudahkah Anda tahu sejarah perang Khaibar? Perang Khaibar merupakan perang antara umat Islam dengan kaum Yahudi di Khaibar.
Khaibar merupakan daerah subur yang menjadi benteng utama kaum Yahudi di jazirah Arab. Letaknya, sekitar 150 km dari Madinah, Arab Saudi.
Di kubu Muslim, perang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad SAW. Bahkan, Nabi Muhammad yang memimpin ekspedisi militer menuju Khaibar. Dengan dukungan kabilah setempat, perang ini berakhir dengan kemenangan umat Islam.
Bagaimana kisah selengkapnya? Simak sejarah perang khaibar di bawah ini.
Sejarah perang Khaibar berlangsung pada tahun 629 Masehi antara umat Islam dengan kaum Yahudi di wilayah Khaibar, sekitar 150 km dari Madinah, Arab Saudi. Khaibar menjadi daerah pusat kaum Yahudi di jazirah Arab di mana dihuni oleh Bani Qaiquna, Bani Nadhir dan Bani Quraizhah.
Di daerah inilah kaum Yahudi berbuat khianat terhadap Nabi Muhammad SAW. Sementara perang Khaibar merupakan babak akhir dari pengkhiatan mereka kepada Nabi Muhammad SAW.
Kaum Yahudi setidaknya tiga kali berkhianat kepada Nabi Muhammad SAW. Pengkhianatan pertama dilakukan oleh kaum Yahudi dari Bani Qaiquna. Pengkhiatan pertama ini bermula ketika orang-orang Islam diejek dan diganggu saat mengunjungi pasar mereka.
Ibnu Hisyam meriwayatkan dari Abu Aun, bahwa ada seorang perempuan Muslimah yang mengunjungi pasar kaum Yahudi dan duduk di dekat seorang pengrajin perhiasan. Tiba-tiba beberapa orang Yahudi mendekati perempuan itu dengan maksud mengganggunya.
Mereka singkap kerudung perempuan itu. Dan bahkan pengrajin perhiasan itu mengikat ujung baju dari perempuan itu. Sehingga, ketika ia bangkit dari duduknya, auratnya terbuka. Perempuan itu pun menjadi tertawaan bagi orang-orang Yahudi di sekelilingnya.
Merespons hal itu, sang perempuan berteriak. Sehingga, laki-laki Muslim di dekatnya membantunya, dan bahkan membunuh salah seorang Yahudi. Nahas, laki-laki Muslim itu juga terbunuh di tangan orang-orang Yahudi lainnya.
Kejadian ini kemudian tersebut di kalangan umat Islam. Mereka pun meresponsnya dengan menyatakan siap menyerang kaum Yahudi Bani Qunaiqa.
Pengkhianatan kedua dilakukan oleh kaum Yahudi dari Bani Nadhir. Nabi Muhammad saat itu datang ke Bani Nadhir untuk meminta diyat atas dua korban dari Bani Amir yang dihabisi oleh Amr bin Umaiyyah adh-Dhamri. Diyat atau denda merupakan harta yang wajib dikeluarkan karena tindakan pidana dan diberikan kepada korban atau keluarganya.
Saat itu memang terdapat persekutuan dan perjanjin antara Bani Amir dan Bani Nadhir. Namun, saat Nabi Muhammad SAW mendatanginya, Bani Nadhir justru memberi respons tak mengenakkan.
Mulanya, pihak Bani Nadhir ‘seolah’ menyambut Nabi Muhammad SAW dengan hangat. Namun, orang-orang Bani Nadhir kemudian berkumpul dan membuat rencana untuk membunuh Nabi Muhammad SAW.
Amr pun naik ke atas rumah dan berencana menjatuhkan batu besar ke arah Nabi Muhammad SAW. Namun, Allah SWT memerintahkan malaikat Jibril untuk memberitahu rencana buruk Bani Nadhir. Nabi Muhammad SAW pun langsung memutuskan untuk kembali ke Madinah.
Setelah kejadian itu, Nabi Muhammad SAW memerintahkan umat Islam untuk memerangi kaum Yahudi Bani Nadhir. Nabi Muhammad SAW pun memutuskan untuk mengusir mereka.
Pengkhianatan ketiga dan menjadi yang terakhir dilakukan oleh kaum Yahudi dari Bani Quraizhah. Bani Quraizhah merupakan kabilah besar Yahudi yang berlokasi di sekitar Madinah.
Seorang pemuka Quraisy, Huyay bin Akhtab meminta Bani Quraizhah untuk memerangi Nabi Muhammad SAW dan umat Islam dari belakang. Mulanya, pihak Bani Quraizhah yang diwakili oleh Ka’ab bin Asad menolak permintaan Huyay bin Akhtab. Namun, pemuka Quraisy itu berjanji dirinya dan kelompoknya akan bergabung dengan Bani Quraizhah jika berhasil mengalahkan pasukan Nabi Muhammad SAW.
Karena janji ‘menggiurkan’ itu, Ka’ab bin Asad akhirnya menuruti permintaan Huyay bin Akhtab. Bani Quraizhah pun melakukan serangan terhadap pasukan Nabi Muhammad SAW dari belakang.
Bani Quraizhah melakukan penyerangan di saat umat Islam perang terhadap pasukan Ahzab (dalam perang Ahzab atau perang Khandaq). Salah satu kabilah yang menjadi pasukan Ahzab adalah Bani Ghathafan.
Nabi Muhammad SAW pun menjalankan strategi jitu dengan maksud semua kelompok berhenti memerangi umat Islam. Nabi Muhammad SAW memerintahkan utusannya untuk mendatangi Bani Ghathafan, Bani Quraizhah dan Quraisy.
Nabi Muhammad SAW melalui utusannya meminta Bani Ghathafan untuk menarik diri dari perang Ahzab dengan imbalan sepertiga hasil panen kurma di Madinah. Sementara utusan Nabi Muhammad SAW kepada Bani Quraizhah berhasil membuatnya ragu dan mengurungkan niatnya untuk memerangi umat Islam bersama pasukan Ahzab. Adapun utusan untuk Quraisy memberitahu bahwa Bani Quraizhah menyesal telah bergabung dengannya. Pasukan Ahzab saat itu pun gagal mencapai misinya, yakni menguasai Madinah, setelah diserang oleh angin besar pada malam hari.
Penyebab utama meletusnya Perang Khaibar adalah kaum Yahudi balas dendam karena terusir dari Madinah sehingga menetap di Khaibar. Ya, pada tahun 625 Masehi, Nabi Muhammad SAW mengusir kaum Yahudi dari Madinah karena melakukan pengkhianatan (sebagaimana dijelaskan di atas). Sebagian mereka yang terusir adalah Huyay bin Akhtab, Salam bin Abi Al-Haqiq dan Kinanah bin Rabi’ bin Abi al-Haqiq.
Melalui balas dendamnya, kaum Yahudi memprovokasi atau menghasut bangsa Arab untuk memerangi Nabi Muhammad SAW. Perlahan wilayah Khaibar yang ditinggali kaum Yahudi itu menjadi pusat konspirasi yang membahayakan bagi umat Islam yang saat itu baru saja berkembang.
Nabi Muhammad SAW pun terpaksa mengirim pasukan umat Islam untuk memerangi kaum Yahudi yang berkhianat itu. Beliau bersama 1.400 pasukannya berangkat menuju Khaibar dengan ‘bekal’ keimanan yang tinggi dan keberanian yang tinggi.
Perlu diketahui, terkait jumlah pasukan umat Islam, para sejarawan memberikan tafsiran berbeda-beda. Ada yang mengatakan bahwa pasukan umat Islam saat itu berjumlah 1.400 orang. Adan juga yang menyebut jumlah pasukan umat Islam yang terlibat perang sama dengan jumlah orang yang hadir di Hudaibiyah, yakni 1.500 orang. Pun ada yang menyebut jumlah pasukan umat Islam mencapai 1.540 orang.
Di sisi lain, para sejarawan menyebut jumlah penduduk Khaibar yang siap perang jauh lebih besar dibandingkan pasukan umat Islam, yakni mencapai 10 ribu hingga 20 ribu orang. Karena hal ini, penduduk Khaibar bahkan tidak percaya bagaimana mungkin Nabi Muhammad SAW berani menghadapi kaum Yahudi sebesar itu. Terlebih, Yahudi Khaibar memiliki benteng-benteng kokoh yang sulit ditembus.
Lebih lanjut, kaum Yahudi Khaibar juga memiliki alat atau senjara perang yang sangat banyak dibandingkan pasukan umat Islam. Mereka pun menguasai persediaan air yang tidak ada habisnya.
Dengan ‘bekal’ perang yang sangat memadai, sebagian kaum Yahudi berupaya membuat umat Islam pesimis. Mereka menilai pasukan Nabi Muhammad SAW tidak akan bisa menjebol benteng-benteng pertahanan kaum Yahudi Khaibar, apalagi mengalahkannya.
Umat Islam saat itu menyadari bahwa wilayah Khaibar merupakan benteng utama yang kokoh bagi kaum Yahudi. Kekejaman dan kebengisan tentaranya pun telah diketahui oleh umat Islam. Namun, mereka tidak gentar untuk terus bergerak maju.
Pasukan umat Islam dalam perjalanannya menuju Khaibar memilih untuk melewati jalan di antara Khaibar dan Ghathafan (di mana penduduk Ghatafan berniat membantu kaum Yahudi untuk memerangi umat Islam). Hal ini bukanlah tanpa alasan. Ini merupakan strategi agar Bani Ghathafan ciut nyalinya dan membatalkan niatnya untuk membantu kaum Yahudi.
Strategi ini pun berjalan sukses. Bani Ghatafhan mengira umat Islam memerangi keluarganya dan merampas harta bendanya. Alhasil, karena khawatir, kelompok Ghatafhan memutuskan untuk mengurungkan niatnya membantu kaum Yahudi dalam melawan umat Islam.
Perlu diketahui, Bani Ghatahafan memang berencana membantu kaum Yahudi untuk melawan pasukan umat Islam. Rencana ini berkaitan dengan perwakilan kaum Yahudi Khaibar, Kinanah bin Abi Huqaiq yang menjanjikan hasil setahun kurma di wilayahnya untuk Bani Ghathafan.
Bani Ghathafan menerima tawaran tersebut. Mereka kemudian menunjuk Uyainah bin Hisn untuk memimpin pasukan Bani Ghathafan dalam membantu kaum Yahudi Khaibar. Tiga hari sebelum pasukan umat Islam masuk ke Khaibar, Bani Ghathafan sudah memasuki daerah Natha.
Mengetahui hal itu, Nabi Muhammaf SAW mengutus Sa’ad bin Ibadah untuk menjumpai pimpinan Bani Ghathafan, Uyainah bin Hisn. Sa’ad menyampaikan pesan Nabi Muhammad SAW kepada Uyainah, bahwa Allah SWT telah menjanjikan kemenangan untuk umat Islam atas peperangan Khaibar.
Sa’ad pun menyampaikan bahwa Nabi Muhammad SAW bersedia memberikan hasil bumi selama setahun jika Bani Ghathafan batal membantu kaum Yahudi Khaibar. Namun, Uyainah tak mengindahkan tawaran tersebut. Dan pada malam harinya, orang-orang Ghathafan mengaku mendengarkan teriakan misterius yang mengabarkan bahwa keluarga, harta dan daerah Bani Ghathadan telah diserbu oleh pasukan umat Islam.
Sebelum matahari terbit, Nabi Muhammad SAW dan pasukan umat Islam hampir masuk ke wilayah Khaibar. Mereka kemudian melaksanakan salat subuh sebelum memasuki wilayah Yahudi itu.
Saat fajar tiba, pasukan umat Islam masuk dan menyerang Khaibar secara tiba-tiba. Bahkan, serangan tiba-tiba itu membuat penduduk di sana yang hendak berangkat untuk meladang porak-poranda. Mereka betul-betul kaget dengan serangan umat Islam.
Abu Bakar yang merupakan bagian dari pasukan umat Islam mengambil panji-panji (dari pasukan umat Islam). Namun, Abu Bakar kembali tanpa menggenggam kemenangan. Kemudian, Umar juga mengambil panji-panji dari pasukan umat Islam, namun ia pun gagal membawa kemenangan. Hal ini sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad, Imam al-Nasai, Ibnu Hibban dan Hakim dari Hadits Buraidah Ibn Khatib.
Mengetahui hal itu, Nabi Muhammad SAW pun berencana mengirimkan panji-panji untuk memerangi kaum Yahudi pada esok harinya. Nabi Muhammad SAW menyebut melalui kepemimpinan panji-panji itu, umat Islam akan meraih kemenangan.
Para pasukan umat Islam dibuat penasaran, siapa panji-panji yang akan dipilih Nabi Muhammad pada esok hari. Lebih dari itu, mereka pun berharap dirinyalah yang dipilih sebagai panji-panji tersebut.
Keesokan harinya, pada waktu pagi, pasukan umat Islam menemui Nabi Muhammad SAW untuk mengetahui siapa panji-panji yang dipilih beliau. Nabi Muhammad SAW lalu mencari keberadaan Ali bin Abi Thalib.
Seorang dari pasukan umat Islam menyebut Ali sedang sakit mata. Namun, Nabi Muhammad SAW tetap mengutus seseorang untuk menjemput Ali. Tak lama, Ali sudah datang dan Nabi Muhammad langsung mendoakannya agar tak lagi sakit mata. Sehingga, sakit mata Ali pun sembuh total. Nabi Muhammad SAW kemudian menyerahkan panji-panji kepadanya.
Ali menerima amanah dari Nabi Muhammad SAW tersebut. Ia pun berjanji akan memerangi kaum Yahudi dan berharap kesemuanya memeluk Islam.
Ali bersama pasukan umat Islam kemudian memerangi kaum Yahudi dan berhasil menaklukkan Khaibar. Mereka pun berhasil mendapatkan harta rampasan dari benteng-benteng Yahudi di Khaibar.
Adapun benteng-benteng Yahudi yang dimaksud adalah Benteng Naim hingga Benteng an-Nizar. Benteng Naim adalah benteng pertahanan pertama kaum Yahudi. Benteng ini memiliki rintangan berlapis yang sulit ditembus. Lebih dari itu, benteng ini merupakan tempat di mana para tokoh dan pahlawan Yahudi yang berjumlah sekitar 1.000 orang.
Bahkan, pasukan umat Islam dihujani anak panah dari kaum Yahudi. Untuk melindungi Nabi Muhammad SAW, para pasukan pun rela menjadi tameng. Kendati demikian, benteng pertama Yahudi ini berhasil ditaklukkan pasukan umat Islam.
Kedua, yakni Benteng Ash-Sha’b. Benteng ini merupakan benteng kedua kaum Yahudi setelah Benteng Naim. Pasukan Umat Islam mengepung Benteng Ash-Sha’b selama tiga hari dengan dikomandoi oleh al-Hubab bin al-Mundzir. Di hari ketiga, Nabi Muhammad SAW mengucapkan doa khusus untuk menaklukkan benteng kedua Yahudi tersebut.
Ketiga, yaitu Benteng Zubair. Benteng ini merupakan benteng kokoh Yahudi yang berlokasi di puncak bukit yang sangat sulit dijangkau karenanya jalannya cukup terjal. Namun, atas perintah Nabi Muhammad SAW, pasukan umat Islam mengepung benteng ini selama tiga hari dan berhasil menaklukkannya.
Keempat, yaitu Benteng Ubay. Di bagian luar benteng ini, pasukan kaum Yahudi menantang pasukan umat Islam untuk bertarung satu lawan satu. Perwakilan kaum Yahudi pun kalah dan pasukan umat Islam berhasil memasuki Benteng Ubay. Di dalam, pertarungan sengit kembali pecah. Namun, pasukan umat Islam lagi-lagi berhasil menaklukkan benteng Yahudi ini.
Kelima, yaitu Benteng an-Nizar. Benteng an-Nizar adalah tempat terakhir berlangsungnya pertempuran di Khaibar. Benteng ini disebut-sebut paling kokoh di antara benteng-benteng lainnya. Bahkan, kaum Yahudi meyakini pasukan Nabi Muhammad SAW tidak akan bisa menjebolnya dengan cara apapun.
Nabi Muhammad SAW kemudian meminta pasukan umat Islam menggunakan ‘manjaniq’ (trebuchet atau ketapel tempur). Pada akhirnya pertahanan Benteng an-Nizar yang katanya sulit ditembus itu berhasil dijebol oleh pasukan umat Islam. Sisa kaum Yahudi pun melarikan diri menuju benteng-benteng lainnya untuk berlindung dari serangan pasukan umat Islam.
Setelah terkepung 14 hari oleh pasukan umat Islam, kaum Yahudi akhirnya merasa putus harapan. Kaum Yahudi, dengan perwakilan Kinanah bin Abi Huqaiq, pun mengajukan perdamaian kepada Nabi Muhammad SAW.
Abi Huqaiq bernegosiasi dengan Nabi Muhammad SAW agar kaum Yahudi yang tersisa tidak dijatuhi hukuman mati, para perempuan dan anak-anak Yahudi juga tidak ditawan. Kaum Yahudi yang tersisa itu, kata Abi Huqaiq, akan meninggalkan wilayah Khaibar dan menyerahkan harta, emas, perak, baju dan peralatan perang kepada Nabi Muhammad SAW.
Nabi Muhammad SAW pada akhirnya menyetujui perjanjian damai tersebut. Kendati demikian, orang-orang Yahudi yang tersisa memohon kepada beliau agar dibolehkan mengolah kebun kurma di Khaibar sekalipun meninggalkan wilayah tersebut.
Nabi Muhammad SAW menerima permohonan itu. Tanah di Khaibar pun dibagi menjadi 30 kelompok, yang mana setiap kelompok dibagi 100 bagian, hingga totalnya 3.600 bagian. Adapun umat Islam mendapat jatah setengahnya, yakni 1.800 bagian.
Demikian sejarah Perang Khaibar antara umat Islam dengan kaum Yahudi. Semoga kita dapat memetik pelajaran penting dari sejarah Perang Khaibar ini.