Virtual Address
Search Engine Google, Bing, Yahoo, Baidu, Yandex and Duckduckgo
Siapa penyair puisi yang kamu kenal atau bahkan kamu jadikan panutan? Ya, Indonesia memang memiliki banyak penyair-penyair ulung, seperti Taufik Ismail, WS Rendra, Chairil Anwar, Sapardi Djoko Damono, Joko Pinurbo dan lainnya. Karya-karya mereka tentunya masih abadi hingga sekarang.
Pertanyaannya, apakah menulis puisi itu mudah? Puisi sejatinya sangat cocok bagi penulis karya sastra pemula. Sebab, puisi secara umum jauh lebih pendek dibandingkan karya sastra lainnya, seperti novel dan cerpen. Jadi, dapat dikatakan bahwa menulis puisi lebih mudah daripada menulis karya sastra lainnya yang lebih panjang.
Dalam menulis puisi, tentunya kamu ingin menciptakan karya-karya yang sangat menarik seperti para penyair besar Indonesia. Jadi, tidak ada salahnya jika kita belajar menulis puisi dari para penyair besar Indonesia.
Setiap penyair tentunya memiliki karakteristik tersendiri dalam menulis puisi. Ada yang sederhana, lugas, tajam, selalu merepresentasikan sikap hidup dan lain sebagainya. Untuk mengetahui lebih lanjut, ikuti tips menulis puisi dari dua penyair besar Indonesia, Sapardi Djoko Damono dan Joko Pinurbo.
Siapa yang tidak mengenal Sapardi Djoko Damono? Meski sudah meninggal pada 19 Juli 2020 lalu, karya-karya beliau tetap dikenang oleh masyarakat Indonesia.
Sapardi dikenal sebagai penyair yang mengungkap hal-hal sederhana dalam puisinya namun memiliki makna kehidupan. Salah satu puisi populer beliau ialah berjudul “aku ingin”. Puisi ini hanya terdiri dari empat baris, namun isinya sangat mengena.
Berikut tips menulis puisi dari Sapardi Djoko Damono:
Maksud dari membuat jeda di sini adalah jangan menulis puisi dengan melibatkan emosi. Maka, berilah jeda saat kita marah, sedih, senang atau jatuh cinta di tengah menulis puisi.
Misalnya dalam keadaan marah, Sapardi tidak akan menulis puisi. Menurutnya, puisi yang ditulis saat marah maka hasilnya akan didominasi luapan kemarahan-kemarahan saja. Hal ini tentunya membuat puisi kurang menarik.
Sapardi akan ‘menjeda’ menulis puisi saat marah. Jika dirasa emosi marah itu sudah berlalu, ia akan melanjutkan menulis puisi.
Sama halnya ketika suasana hati tengah jatuh cinta. Maka, puisi yang dihasilkan akan didominasi kecengengan-kecengengan belaka.
Kata Sapardi, puisi akan penuh pentungan (tanda seru) jika ditulis dalam kondisi marah. Puisi akan penuh dengan titik-titik jika ditulis dalam suasana hati jatuh cinta.
Sapardi menyarankan agar tidak menulis puisi dengan kata-kata yang melangit dan menyulitkan penulis sendiri. Menurutnya, ide menulis puisi ada di sekitar kita. Jadi kita tidak perlu berpikir berat dan terlalu mengawang-awang saat menulis puisi.
Sapardi juga menyarankan agar menulis puisi dengan sederhana. Sederhana itu bukan berarti jelek. Sebab, puisi Sapardi yang berjudul “Berjalan ke Barat di Waktu Pagi Hari” yang begitu sederhana itu masuk dalam antologi puisi dunia. Bahkan, puisi itu telah diterjemahkan ke dalam 20 bahasa.
Jika kamu ingin menulis puisi kedua, ketiga, keempat kali dan seterusnya, maka jangan meniru karya-karya puisi Anda sebelumnya. Mengapa? Menurut Sapardi, kreativitas Anda dalam menulis puisi akan macet karena hanya berputar di wilayah itu-itu saja.
Sapardi juga menyarankan agar banyak membaca apa saja. Sebab, wawasan akan terbuka dengan membaca. Dengan begitu, kreativitas menulis puisi akan mengalir terus.
Selain Sapardi Djoko Damono, Joko Pinurbo juga merupakan penyair besar Indonesia. Karya-karya Joko Pinurbo telah menorehkan gaya dan warna tersendiri dalam dunia puisi Indonesia.
Beliau telah memperoleh berbagai penghargaan, di antaranya Hadiah Sastra Lontar (2001), Tokoh Sastra Pilihan Tempo (2001, 2012), Kusala Sastra Khatulistiwa (2005, 2015) dan South East Asian (SEA) Write Award (2014). Karya-karyanya pun telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Mandarin dan Jerman.
Berikut tips menulis puisi dari Joko Pinurbo.
Joko Pinurbo menyarankan kita untuk banyak membaca puisi karya penyair lain sebelum menulis puisi. Dengan membaca, kita akan memiliki banyak referensi sehingga memudahkan kita untuk menulis puisi.
Namun, Joko Pinurbo meminta kita tak sekadar membaca puisi karya penyair lain, melainkan juga mempelajarinya. “Rekaman-rekaman” yang diperoleh melalui aktivitas membaca itu akan membantu kita menuangkan ide dalam bentuk puisi karya kita sendiri.
Joko Pinurbo termasuk orang yang tidak setuju dengan penyair atau penulis puisi yang menyimpulkan pesan atau amanat puisi karyanya sendiri pada bagian ending-nya. Menurutnya, pihak yang berhak menyimpulkan pesan atau amanat dari puisi adalah pendengar, penonton atau pembaca.
Puisi yang bagus, kata Joko Pinurbo, adalah puisi yang membuat pembacanya berimajinasi. Penulis, lanjutnya, pun tidak boleh menggurui atau mengajari pembaca melalui karya puisinya.
Jika kamu ingin bisa menulis puisi seperti para penyair besar Indonesia, kata Joko Pinurbo, perluaslah sudut pandang kamu. Banyak orang yang menulis puisi tentang hujan, namun sedikit orang yang bisa menulis puisi seperti “Hujan Bulan Juni” karya Sapardi Djoko Damono yang tentunya memiliki sudut pandang berbeda.
Di sisi lain, kamu juga disarankan untuk memiliki buku yang menampung segala kenangan atau pengalaman yang pernah kamu alami, temui, lihat dan perhatikan. Dengan buku catatan itu, kamu akan terbantu dalam mengumpulkan ide untuk berpuisi.
Itulah tips menulis puisi seperti para penyair. Semoga tips dari dua penyair besar Indonesia di atas dapat membantu kamu dalam menulis puisi yang menarik.